
Taman Kota Lapang Bhakti Banjar. Foto: Dokumen HR
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Taman kota merupakan ruang publik berupa ruang terbuka hijau (RTH) yang biasa digunakan masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas. Selain itu, juga bisa dimanfaatkan warga untuk mencari udara segar di tengah penatnya rutinitas kerja.
Seperti salah satunya Taman Kota Lapang Bhakti di Kota Banjar, atau dikenal dengan sebutan Tamkot. Taman yang berada di Jalan Mayjen. Didi Kartasasmita itu kini banyak dikunjungi warga Banjar maupun dari luar daerah.
Fasilitasnya pun lumayan komplit, pengunjung bisa menikmati berbagai wahana yang tersedia di taman yang dibangun pada tahun 2011 tersebut. Seperti panjat dinding, jogging track, sarana bermain anak, lapangan volly, tenis, basket, badminton, dan futsal. Selain itu, Tamkot juga sering dipakai untuk acara-acara resmi pemerintah, seperti berbagai kegiatan seni maupun upacara hari-hari besar.
Namun, fakta menarik dari Tamkot ini seakan tercoreng oleh sisi negatifnya, yakni mulai dari pergaulan bebas remaja, prostitusi, serta sisi negatif lainnya. Terkait hal itu, Pemerintah Kota Banjar mewacanakan untuk memagar fasilita ruang publik tersebut.
Tentunya wacana itu menuai pro dan kontra di masyarakat. Seperti dikatakan Herlin (49), warga Kelurahan Hegarsari, Kota Banjar. Ia mempertanyakan tujuan dari pemagaran Tamkot. Menurutnya, Pemkot Banjar jangan sewenang-wenang melakukan pemagaran di Tamkot sebagai fasilitas publik.
“Itu kan ruang terbuka bagi publik, jadi menurut saya jika dipagar nantinya malah akan menutup wajah Taman Kota itu sendiri. Kalau memang kerap dipakai tempat negatif, yang dirombak bukan tempatnya, tapi akhlak manusianya,” ujar Herlin, kepada Koran HR, Selasa (10/10/2017).
Pendapat serupa dikatakan Fahmi (35), warga Lingkungan Cimenyan, Kelurahan Banjar, bahwa pada malam hari banyak masyarakat, khususnya kaum muda yang berkunjung ke Taman Kota, dan itu merupakan hak pribadi setiap warga. Menurutnya, jika memang Tamkot Banjar dipakai untuk hal-hal negatif, hal tersebut merupakan dinamika sebuah kota.
“Jangan salahkan jika masyarakat, khususnya kaum muda, kerap berkunjung pada malam hari ke Taman Kota, karena selama ini Kota Banjar tidak memiliki tempat hiburan seperti kota-kota lainnya. Jadi mereka lebih memilih Taman Kota sebagai tempat hiburannya, dan intinya saya tidak setuju jika Tamkot dipagar,” ujar Fahmi.
Berbeda dengan pendapat Wati (40), warga Banjar lainnya. Dirinya mengaku setuju bila Tamkot Banjar dipagar, sehingga waktu berkujung ke taman bisa dibatasi. Hal itu setidaknya dapat meminimalisir terjadinya perbuatan negatif di taman tersebut.
“Dulu saya sering main ke Tamkot malam hari main. Tapi sekarang tidak lagi semenjak saya memergoki orang pacaran yang “berlebihan,” apalagi di sana kan banyak anak kecil dan jujur saja saya sangat risih. Jika Tamkot dipagar, saya mah setuju saja, karena nanti ada batas waktunya,” tutur Wati. (Hermanto/Koran HR)