Mesin pengering padi (oven gabah) berukuran jumbo yang ada di UPTD Balai Benih Padi Dinas Pertanian (Distan) Kota Banjar, sudah lama tak lagi digunakan akibat faktor biaya operasional yang cukup tinggi. Photo: Muhafid/HR.
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Sebuah alat pengering padi (oven gabah) berukuran jumbo yang dimiliki UPTD Balai Benih Padi Dinas Pertanian (Distan) Kota Banjar, sudah lama tak lagi digunakan akibat faktor biaya operasional yang cukup tinggi.
Menurut salah seorang petugas pelaksana teknis UPTD Balai Benih Padi, Tatang, bahwa untuk mengeringkan padi secara cepat, mesin tersebut menggunakan bahan bakar solar. Namun, kalau operasionalnya menggunakan solar justru malah merugi.
Hingga saat ini, pihaknya memanfaatkan terik matahari untuk mengeringkan padi pada saat musim panen tiba. Kendati alternatif menggunakan genset listrik masih bisa dilakukan, tapi pihak UPTD Balai Benih Padi memilih tidak memakainya.
“Kalau pakai terik matahari panasnya kan stabil. Sedangkan proses pengeringannya jika menggunakan panas hingga 40 derajat celcius butuh solar banyak, begitu pula dengan menggunakan genset listrik. Jika dinaikan derajatnya hingga 100 derajat celcius, maka gabah yang akan dijadikan benih tidak akan tumbuh,” jelas Tatang, saat ditemui Koran HR, Jum’at (06/09/2016) pekan lalu.
Karena melihat kondisi demikian, maka mesin tersebut bisa digunakan untuk pengeringan gabah, bukan pengeringan benih padi. Pasalnya, jika dibiarkan tidak digunakan, mesin yang dibeli Pemkot Banjar dengan harga ratusan juta rupiah itu akan sia-sia.
“Kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi soal ini, kita hanya menjalankan saja dan memilih yang lebih efektif untuk menutupi kebutuhan benih padi Kota Banjar hingga saat ini,” ujar Tatang.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura Distan Kota Banjar, Ir. Agus Kostaman, saat dikonfirmasi Koran HR, Selasa (06/09/2016) lalu, mengakui, bahwa mesin tersebut memang sudah lama tidak dioperasikan karena biaya produksinya cukup tinggi.
Namun, dirinya enggan berkomentar banyak soal tidak dijalankannya mesin yang harganya mencapai ratusan juta rupiah itu. Pihaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada UPTD Balai Benih Padi yang saat ini justru tengah kebingungan menggunakannya.
“Saya tidak punya kewenangan soal mesin tersebut. Saya hanya sebagai penyelenggara pengadaan saja, bukan pelaksana teknis,” kata Agus. (Muhafid/Koran HR)