![]()
Suasana Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMPN 4 Banjar. Di sekolah ini pendaftar melalui jalur afirmasi membludak. Photo: Nanang Supendi/HR.
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Jumlah pendaftar jalur afirmasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMP tahun 2017 di Kota Banjar, membludak, tak terkecuali tingkat SMA/SMK. Padahal, jalur afirmasi diperuntukkan bagi warga yang benar-benar kurang mampu.
Namun, ekspetasi masyarakat agar anakanya bisa diterima melalui jalur tersebut cukup tinggi. Mereka menunjukan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang diperolehnya dari pemerintah desa/kelurahan.
Hal itu menjadi kebingungan tersendiri bagi pihak sekolah dalam menyeleksinya. Terlebih kebijakan afirmasi berdasarkan Permendikbud No.17 dan Perwalkot Banjar yang hanya memberikan kuota 20 persen.
Seperti yang terjadi di SMPN 4 Banjar, pendaftar melalui jalur afirmasi membludak. Di hari kedua pendaftaran, dari 300 calon siswa yang sudah mendaftar, khusus untuk afirmasi tercatat sudah mencapai sekitar 100 lebih. Sedangkan kuotanya hanya 20 persen atau 52 siswa dari total 288 siswa yang akan diterima.
Kepala SMPN 4 Banjar, Sarjo, saat dikonfirmasi Koran HR, Selasa (04/07/2017), mengatakan, pihak sekolah menyarankan agar orang tua siswa yang mampu tidak memaksakan mendaftarkan anakanya melalui jalur afirmasi dengan menunjukan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang diperolehnya dari pemerintah desa/kelurahan. Terlebih didukung Program Keluarga Harapan (PKH), atau Keluarga Kurang Mampu (KKM), Kartu Perlindungan Sosial (KPS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Tentunya perlu dipahami pula oleh warga, terkait dengan adanya keterbatasan itu dan hendaknya tak perlu berlomba-lomba masuk lewat afirmasi. Sebab, jalur afirmasi harus benar-benar digunakan tepat sasaran, yakni bagi warga yang memang kurang mampu.
“Kita sendiri pihak sekolah, bila calon siswa mendaftar membawa keterangan tidak mampu yang dibuktikan tadi, salah satunya SKTM, apalagi didukung PKH, KKM, KPS dan KIP, tentu tak bisa menolak. Justru hal itu berawal harus dari pemerintah desa/kelurahan yang mengeluarkannya agar selektif, sehingga sekolah pun tidak dibuat bingung,” tandasnya.
Yang jelas, kata Sarjo, pada prinsifnya pemerintah pusat dan daerah sudah peduli terhadap warga kurang mampu untuk dapat mensekolahkan anaknya ke sekolah negeri, yakni melalui kebijakan afirmasi, dimana berdasar Permendikbud No.17 dan Perwalkot Banjar.
Secara aturannya, kuota afirmasi itu 20 persen setelah dikurangi luar zona 10 persen dan prestasi 10 persen. Jadi, di SMPN 4 Banjar ini pendaftar melalui afirmasi hanya akan diterima 52 siswa.
“Namun terus terang, ini jadi kebingungan sekolah dalam menyeleksinya, soalnya hari kedua pendaftaran saja lewat afirmasi jumlahnya sudah segitu banyak,” katanya.
Dia juga mengungkapkan, dengan PPDB sistem zonasi ini, SMPN 4 Banjar menerima calon siswa meliputi SD/MI yang berada di wilayah Desa Langensari, Waringinsari, Muktisari dan Desa Rejasari, serta SD 4 Bojongkantong.
Adapun untuk pengumuman siswa yang diterima akan dilakukan pada tanggal 6 Juli 2017, sementara daftar ulang bagi jalur afirmasi dilakukan tanggal 10 Juli, dan akademik tanggal 11 Juli 2017.
Meski begitu, pihaknya tetap akan konsekuen memegang aturan. Kelebihan kuota pendaftar afirmasi yang ada akan didistribusikan ke sekolah pilihan kedua atau sekolah terdekat dari wilayahnya.
Selain itu, apabila memungkinkan, sebagian jumlah pendaftar afirmasi akan diranking berdasarkan nilai UN dan dialihkan ke jalur akademik. Hal ini untuk memenuhi rencana jumlah siswa yang akan diterima sekolahnya sebanyak 288 siswa dari 9 rombel.
“Itu pun akan kami lakukan bila sampai penutupan pendaftaran 5 Juli besok, jumlah pendaftar tidak bertambah. Namun, kemungkinan masih akan bertambah, karena ada 4 SD lagi yang belum melakukan pendaftaran siswanya. Terpenting pendaftar akademik jangan sampai dirugikan. Karena, bagaimanapun dengan membludaknya afirmasi bisa jadi merugikan pendaftar akademik,” ujar Sarjo.
Melihat fenomena pendaftar melalui jalur afirmasi yang membludak, berdasarkan pendapat warga yang dihimpun Koran HR, mayoritas dari mereka menyatakan adanya SKTM yang diperoleh tidak melalui verifikasi yang jelas dari pemerintah desa/kelurahan.
Kondisi tersebut merupakan ujian pula bagi panitia dan Dinas Pendidikan untuk mengelolanya. Begitu pun soal sistem zonasi harus dikawal, yaitu kuota luar zonasi 10 persen jangan sampai melebihi ketentuan pada setiap sekolah negeri manapun. (Nanks/Koran HR)